Susu Pisang

[HANA]

Selasar kampus tak begitu ramai begitu aku menginjakkan kaki di sana. Di genggamanku, sekotak susu pisang dingin telah ditusuk dengan sedotan─pemberian Keenan selepas kami berpisah di parkiran kampus karena ia harus buru-buru mengejar kelasnya.

Aku sendiri celingak-celinguk kebingungan karena datang setengah jam lebih cepat dari jadwal kuliahku, habis Keenan memaksaku untuk berangkat bersamanya.

Ketika aku bilang aku tidak mau merepotkan, ia pasti dengan lugas menjawab, udah tabiat lo ngerepotin gue, Hana. Iya, sih. Tapi sekarang kan beda kasus, aku seharusnya masih berselancar di atas tempat tidurku bukannya terombang-ambing di selasar kampus.

“Heh, Jamilah!” Aku terlonjak kaget, Keana menyenggol bahuku sampai membuatku terhuyung. Hih, dasar anak banteng!

“Kenapa sih rusuh banget, K? Susu gue hampir jatuh tau!”

Ia tertawa, kemudian matanya mengerling dengan jahil. “Waduh, susu yang mana?”

What the hell? I’m pretty sure something is wrong with her mind. Aku buru-buru menoyor kepalanya. “Lo tuh, ya! Lo nya kuliah tapi otaknya nggak, tobat ukhti, astagfirullah….”

Alih-alih menganggap serius ucapanku, Keana malah menjulurkan lidahnya. “Cie… yang langsung istigfar mulu mentang-mentang ada yang nyuruh. CIE.” Aku memutar bola mata, memang ya, manusia brengsek itu adalah mereka yang selalu meledek temannya ketika sedang jatuh cinta. Brengsek banget, sumpah. Merasa tidak ditanggapi, Keana menyenggol bahuku lagi. “Lo tadi berangkat sama siapa?” tanyanya.

“Keenan lah, siapa lagi? Kan, Dika udah di-booking sama lo.” Keana mengangguk-angguk. “Kenapa gak minta berangkat bareng sama si kakak ketua BEM? Muehehehe.”

Bulu kudukku langsung meremang mendengarnya. Aku tahu aku gila, tapi tidak segila itu untuk meminta berangkat bersama Kak Dimitri yang notabenenya adalah orang asing─garis bawahi─yang juga sudah ilfil akibat obrolan kami semalam.

“Gue masih waras ya!”

“Dih? Yakali aja, lagian urat malu lo kan udah putus.”

“Telapak kaki gue kalau mendarat di muka lo sakit loh, K.” Aku geram. “Gue sih bisa-bisa aja minta berangkat bareng, tapi emangnya Kak Dimitri mau?”

“Mau.”

Suara pelan itu datangnya dari arah belakang. Serta merta aku dan Keana mematung, seolah nyawa kami terbang entah ke mana. Jangan bilang….

“Kenapa gak minta? Kan bisa berangkat bareng.”

Aku membalikkan badan takut-takut, dan benar saja, wajah sparkling Kak Dimitri yang tengah menarik sudut-sudut bibirnya dengan manis langsung memenuhi pandanganku. Gila! Susu pisangku sampai terlepas dari genggaman saking lemasnya.

“Ha?” Aku melongo.

Kak Dimitri kemudian tertawa pelan bersama salah seorang temannya─bukan Kak Juan, yang ini mirip Dinosaurus. Astaga, pemandangan Kak Dimitri tertawa seperti ini indah sekali, jadi ingin aku museumkan. Gak sehat buat jantung, aduh!

“Itu susu lo─”

Mataku lekas membulat. “HAH SUSU?!!” Reflek, aku langsung menyilangkan tangan di depan dada. Kak Dimitri, Hana tiada menyangka…

“Bukan itu, duh.” Kak Dimitri menggaruk-garuk kepalanya dengan kikuk, saling pandang dengan temannya sejenak, kemudian tertawa lagi. “Maksud gue, itu… susu pisang lo jatuh.”

Dengan polosnya aku menunduk, hanya untuk menemukan susu pisangku yang sudah tumpah di atas lantai. Ah, jadi ini toh… DAN AKU TADI BERPIKIR APA?!

Keana menyikut pinggangku. “Lo kenapa sih, Na?” bisiknya.

Aku memejamkan mata, rasanya ingin ditelan bumi sekarang juga. Sintinggggg!

“Eh? Ma-maaf ya, Kak. Gue kira… ah, pokoknya maaf, sumpah habis ini gue re-instal otak deh, serius!”

Kak Dimitri mengangguk beberapa kali, masih dengan senyumnya yang menyungging itu. Tak ada sedikit pun penghakiman di matanya, hanya sebuah pemakluman. Entah kenapa, aku tidak merasa bodoh di hadapannya. Kak Dimitri punya sorot mata setulus dan selembut itu.

“Besok berangkat sama gue mau?” tanyanya mendadak, jantungku nyaris saja berpindah ke lambung. “Alamat lo nanti kirim di chat aja, ya?”

Aku meneguk ludah, apakah ini mimpi? Ini bahkan terlalu indah untuk jadi mimpi. Namun kemudian aku sadar kalau ini bukan sebatas khayalan saja sebab Keana sibuk menyubit bokongku. Sakit.

Akhirnya, aku mengangguk juga. “I-iya, Kak. Nanti gue chat, hehehe.”

Setelah mendapat jawabanku, Kak Dimitri tersenyum lagi sebelum beranjak pergi bersama temannya, meninggalkanku dan Keana yang menggila dan nyaris kejang-kejang di tempat. Kami masih memandangi sosoknya yang berlalu menaiki tangga─dan sibuk mengobrol dengan temannya─ketika tiba-tiba saja aku ingin memuji maha karya Tuhan yang satu itu.

“Kak Dimitri tuh naik tangga aja ganteng, apalagi naik ke pelaminan,” celutukku, Keana menoleh sekilas. “Apalagi kalau naik ke pelaminannya sama gue.” Aku melanjutkan, dan kali ini, celotehanku nampaknya membuat Keana jengah.

Keep dreaming, bestie. Teruslah bermimpi walaupun mimpi lo gak masuk akal,” tandasnya.

Ah, Keana memang tidak bisa melihatku bahagia barang sedetik saja, tapi aku tidak peduli.

Yang jelas, indah banget ya, hari ini?