Raja dan Ratu

Setelah menyelesaikan segala urusannya dengan mesin cuci dan tumpukan pakaian kotor, Senja kembali ke dapur. Ia dibuat melongo sebab setibanya di sana, Abbyan terlihat sedang menyeruput mi instan yang entah kapan di masak oleh lelaki itu.

Sembari berkacak pinggang, Senja menghampiri suaminya di meja makan.

“Mas, serius kamu tuh beli bangku ya di fakultas kedokteran?”

Abbyan mengangkat wajah, dengan mi kuah yang bergelantungan di mulutnya. “Hah?” tanyanya, terlalu terkejut untuk merespon.

“Pertama sereal, sekarang indomi. Yang bener aja kamu, masa sarapannya dokter kayak begini?” Senja menggerutu, membuat Abbyan menunduk untuk sekadar memandangi semangkuk mi kuah yang masih mengepulkan asap di hadapannya. “Mi instan gak baik buat kesehatan. Kamu mah, ngejaga kesehatan orang tapi kesehatan sendiri gak dijaga, Mas.”

“Terlanjur dimasak, Ja.”

“Jangan banyak alasan!”

“Ya daripada mubadzir?”

Abbyan mendengus, hampir menyuap sesendok mi lagi seandainya Senja tak sigap menarik telinganya.

“A-aw! Kamu ngapain, sih?”

“Kata Mama, selain ngelayanin kamu, marahin kamu juga udah jadi tugas aku! Kalo kamu nakal, aku boleh jewer kamu kayak gini!”

“Gak dijewer juga, kamu kira aku anak kecil apa?”

“Orang dewasa seharusnya gak susah diatur kayak kamu!”

Fine!” Abbyan mendorong mangkuk mi-nya menjauh, kemudian mengesah. “Tuh, gak aku lanjutin makannya. Udah, lepasin!”

Senja masih cemberut, tapi ketika melihat daun telinga Abbyan memerah, ia buru-buru melepaskan tangannya.

“Yaudah, biar aku siapin sarapan kamu dulu. Tunggu, ya.”

Abbyan tak menjawab, sibuk mengusap-usap telinganya yang terasa panas. Dalam hati, Abbyan terus mengingatkan dirinya untuk bersabar. Semua ini akan segera berakhir. Pasti.


“Kamu lagi ngapain?”

Keluar dari dapur menuju garasi, Abbyan tercenung menyaksikan istrinya tengah berjongkok di dekat rak sepatu.

“Ini, Mas. Sepatu kamu agak kotor, jadi aku semir dikit.”

Abbyan memiringkan kepalanya, sedikit tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Senja Niskala—seorang aktris film-film terkenal, yang selama ini hanya pernah ia lihat di layar bioskop—kini berjongkok untuk membersihkan sepatu kerjanya.

“Taraaa! Udah bersih, yeay!”

Wajah perempuan itu berseri-seri tatkala bangkit berdiri dan mengasongkan sepatu pada Abbyan. Garis senyumnya terlihat begitu manis—begitu tulus.

“Nih, pake!”

Abbyan mengerjap, baru sadar sudah menatap Senja terlalu lama. “Yaudah, taro di bawah aja.”

“Kan mau dipake?”

“Iya, dipake di kaki. Masa dipake di muka?”

Senja mengangguk kikuk. “Oiya, mau aku pakein sekalian, Mas?”

“Gak usah.”

“Tugas istri, kan—“

Sebelum Senja menyelesaikan kalimatnya, Abbyan buru-buru memotong. “Tugas istri emang melayani suami, tapi mereka bukan pelayan. Kamu mau jadi istri aku, atau pelayan aku?”

Ditanya begitu, Senja mati kutu.

“Aku rasa kamu perlu cari tau lagi tugas istri itu apa, biar kamu gak salah paham. Buat hal-hal sederhana kayak nyemir sepatu begini, aku masih bisa lakuin sendiri.”

Yang Abbyan tidak tahu adalah, Senja tak pernah mempelajari langsung bagaimana peran istri yang sesungguhnya. Yang Abbyan tidak tahu adalah, sejak kecil, Senja selalu melihat Bunda melakukan segala hal untuk membahagiakan Ayah—walau tetap saja tak membuat Ayah bertahan di sisi mereka.

Senja tidak paham, tapi ia berusaha.

“Aku berangkat.”

“Mas....”

“Apalagi?”

Abbyan membalikkan badan, kedua alisnya bertaut saat Senja meraih pelan tangan kanannya—kemudian mengecupnya lembut.

Abbyan hendak memprotes, tapi ketika merasakan betapa polosnya gadis ini saat menyalaminya, Abbyan tercekat. Kata-katanya tertahan di tenggorokan, sementara di dalam sana, jantungnya berdetak semakin tak karuan.

“Hati-hati di jalan, ya. Semangat kerjanya!”

Sewaktu Abbyan berkata, aku rasa kamu perlu cari tau lagi tugas istri itu apa, biar kamu gak salah paham, inilah ia yang maksud. Bahwa seorang istri, bukan pelayan. Lebih besar, dan lebih istimewa dari itu.

Abbyan tidak ingin dilayani seperti seorang raja. Karena jika suami adalah raja, maka istri harus berdiri tepat di sisi sang raja layaknya seorang ratu, bukan? Ratu yang tegas, yang berani mengambil keputusan, yang mampu berdiri sendiri bahkan ketika raja tidak ada.

“Cepat pulang ya, Mas. Aku tunggu.” Senja tersenyum sampai kedua matanya membentuk bulan sabit. Abbyan mengangguk sepintas, kemudian ikut tersenyum.

... Dan sebaik-baiknya ratu, adalah mereka yang tetap menjadi rumah terhangat untuk rajanya, meski istana mereka sedang tak baik-baik saja.